Lalat Jatuh dalam Minuman

Pernah nggak kita mengalami, pas lagi enak minum eh ada lalat yang 'nangkring', di bibir gelas lalu si lalat masuk ke dalam minuman tadi. Apa tindakan yang harus kita lakukan? Membuang minum berikut lalatnya atau nggak jadi minum ??? 

Nah solusi permasalahan ini sudah dicontohkan oleh Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam, beliau bersabda :
Khâlid bin Makhlid menceritakan kepada kami, Sulaimân bin Bilâl menceritakan kepada kami, beliau berkata : ’Utsbah bin Muslim bercerita kepadaku bahwa beliau berkata : ’Ubaid bin Hunain mengabarkan kepadaku bahwa beliau berkata : Aku mendengar Abū Hurairoh Radhiyallâhu ’anhu berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Apabila seekor lalat jatuh ke dalam gelas salah seorang dari kalian, maka celupkanlah lalat itu lalu angkatlah (buanglah) karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap satunya terdapat obat.”.” [Shahîh al-Bukhârî, bâb Idzâ Waqo’a adz-Dzubâb fî Syarôbi Ahadikum, XI:99, hadîts no. 3073]
Di dalam hadist lainnya, Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : 
Qutaibah menceritakan kepada kami, Ismâ’îl bin Ja’far menceritakan kepada kami dari ’Utbah bin Muslim Maulâ (mantan budak) Banî Taim dari ’Ubaid bin Hunain Maulâ Banî Zuraiq dari Abu Hurairoh Radhiyallâhu ’anhu, bahwa Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Apabila seekor lalat jatuh ke dalam wadah minum kalian, maka celupkanlah seluruh tubuhnya kemudian buanglah, karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya terdapat obat dan pada sayap lainnya terdapat penyakit.” [Shahîh al-Bukhârî, bâb Idzâ Waqo’a adz-Dzubâb fîl Inâ`, hâdîts no. 5336, XVIII:79)
Lantas bagaimana tinjauan hadist ini lengkapnya blogger bisa membacanya blog abusalma, sedangkan dalam tulisan lain bisa didapat di blog ervakurniawan. Jadi, kalau kita lagi asyik ngopi atau ngetéh dan tiba-tiba seekor lalat terbang dan masuk dalam ke gelas kita ? Jawabannya sudah jelas bukan. Semoga tulisan yang sedikit mampu mengobarkan semangat kita untuk 'menegakkan sunnah'.
[By: Cekyan 6/09, tulisan dari berbagai sumber, photo: Keith Power, Toowoomba http://www.geocities.com/brisbane_flies/TACHINIDAE.htm]
READ MORE - Lalat Jatuh dalam Minuman

Nikmat Kecil yang Disepelekan Manusia

Ada beberapa nikmat yang dianggap kecil atau disepelekan oleh manusia, sehingga mereka tidak mensyukuri nikmat itu. Diceritakan bahwa seorang arif menemui khalifah, lalu meminta segelas air dan berkata, 
"Wahai Amirul Mu'minin, seandainya engkau dalam kondisi haus dan tidak mendapatkan air di mana pun, kecuali hanya segelas ini, apakah engkau akan menebusnya dengan dunia dan isinya?"
Amirul Mu'minim menjawab,
"Iya."
Kemudian orang arif itu berkata, 
"Minumlah, semoga Allah memberkati kita."
Setelah Amirul Mu'minin meminumnya, orang arif itu kembali bertanya,
"Wahai Amirul Mu'minin, seandainya engkau tidak dapat mengeluarkan air itu dari tubuhmu, kecuali dengan tebusan dunia dan isi-nya, apakah engkau akan melakukannya ?"
 Amirul Mu'minin menjawab,
"Iya."
 Kemudian, orang arif itu berkata,
"Wahai Amirul Mu'minin, sedikit air saja, tidak mampu engkau keluarkan, lalu apa yang menjadi kekuasaanmu?"
Dalam dialog tersebut tergambar bahwa dunia dan isinya tidak berarti jika dibandingkan dengan kenikmatan meminum seteguk air dan kenikmatan dan kenikmatan mengeluarkan-nya dari dalam tubuh.
Cerita ini, saya kutip dari salah satu koleksi buku pribadi "Tarbiyatun Nafs, Mendidik Jiwa Ala Rasulullah", karya Dr. Muhammad Mansur, terbitan Senayan Abadi Publisihing. Semoga kita dapat memetik hikmah dari luasnya lautan ilmu dalam Islam. [By: Cekyan 6/09/ Image:net]
READ MORE - Nikmat Kecil yang Disepelekan Manusia

Amalan-amalan Fithrah

Blogger, Islam adalah agama yang mengatur semua aspek kehidupan umatnya. Termasuk di dalamnya dibahas tentang aspek kebersihan dan kesehatan. Nah, untuk melengkapi tulisan postingan kali ini saya mengutip tulisan dari salwapress.com berikut tulisannya :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu 'alahi wasallam bersabda,

“Lima (amalan) fithrah: (1) mencukur bulu kemaluan, (2) khitan, (3) mencukur kumis, (4) mencabut bulu ketiak, dan (5) memotong kuku.”[1]

Dari Zakaria bin Abi Za'idah, dari Mush'ab bin Syaibah, dari Thalaq bin Habib, dari Ibnuz Zubair, dari 'Aisyah radhiyallahu ‘anhaa, ia mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ada sepuluh (amalan) fithrah: (1) mencukur kumis, (2) memanjangkan jenggot, (3) bersiwak, (4) menghirup air ke hidung, (5) memotong kuku, (6) membasuh ruas jari, (7) mencabut bulu ketiak, (8) mencukur bulu kemaluan, dan (9) bersuci dengan air (bercebok).” Lalu Zakaria mengatakan bahwa Mush'ab berkata, ‘Aku lupa yang kesepuluh, mungkin berkumur-kumur.’”[2]


Khitan

Khitan wajib bagi pria maupun wanita karena ia merupakan lambang keislaman seseorang. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada seorang laki-laki yang baru saja memeluk Islam, “Singkirkanlah rambut kekufuran[3] darimu dan berkhitanlah!”[4] Amalan khitan termasuk ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Ibrahim, khaliilur Rahmaan (kekasih Allah) berkhitan setelah berumur delapan puluh tahun.’”[5]


Allah berfirman kepada Nabi-Nya, Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, 
"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), ‘Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif (lurus).’ Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Rabb.(QS. An-Nahl: 123)
Dianjurkan mengkhitan pada hari ketujuh setelah hari kelahiran anak.

Dasarnya adalah hadits dari Jabir radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengaqikahi serta mengkhitan al-Hasan dan al-Husain pada hari ketujuh.[6]

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhu, ia berkata,

"Tujuh dari perkara-perkara Sunnah untuk bayi pada hari ketujuh adalah memberi nama dan mengkhitan.”[6]


Kedua hadits di atas meskipun mengandung kelemahan, namun masing-masing saling menguatkan. Itu karena asal periwayatan keduanya berbeda. Alasan lain karena pada kedua riwayat tersebut tidak ada (perawi) yang tertuduh.[7]


Memanjangkan Jenggot

Memanjangkan jenggot hukumnya wajib dan mencukurnya adalah haram. Sebab, perbuatan itu termasuk merubah ciptaan Allah. Sedangkan  merubah ciptaan termasuk perbuatan setan yang mengatakan,
“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka me-rubahnya. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS. An-Nisaa': 119)

Mencukurnya dikategorikan sebagai perbuatan menyerupai wanita. Padahal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang-orang laki-laki yang menyerupai wanita.[9]

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menyuruh memanjangkannya. Sedangkan perintah, sebagaimana diketahui, menunjukkan kewajiban.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pangkaslah kumis dan panjangkan jenggot. Selisihilah orang-orang majusi!”[10]

Dari Ibnu 'Umar radhiyallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Selisihilah orang-orang musyrik. Panjangkan jenggot dan potonglah kumis.”[11]

Bersiwak

Bersiwak dianjurkan dalam setiap keadaan. Sunnah ini makin dianjurkan pada keadaan-keadaan berikut:

1. Ketika berwudhu'

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Andai tidak memberatkan umatku, mereka pasti aku perintahkan untuk bersiwak setiap kali berwudhu'.’”[12]


2. Ketika hendak shalat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Andai tidak memberatkan umatku, niscaya aku menyuruh mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” [13]


3. Ketika akan membaca Al-Qur-an

Dari ‘Ali radhiyallahu’anhu,  ia berkata, “Beliau menyuruh kami bersiwak dan berkata, ‘Sesungguhnya bila seorang hamba hendak shalat, maka seorang Malaikat menghampirinya. Ia lalu berdiri di belakangnya untuk mendengar (bacaan) Al-Qur-an. Ia pun mendekat sambil tetap mendengar. Ia terus mendekat hingga ia letakkan mulutnya ke mulut hamba tadi. Ia tidak membaca ayat melainkan ayat tersebut sampai ke perut Malaikat itu.’”[14]

4.    Ketika memasuki rumah

Dari al-Miqdam bin Syarih, dari ayahnya, ia berkata, “Aku bertanya pada ‘Aisyah, ‘Apakah yang pertama kali Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan saat memasuki rumah?’ Dia berkata, ‘Bersiwak.’”[15]

5.    Sewaktu hendak shalat malam

Dari Khudzaifah radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Dulu, jika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam[16] hendak shalat tahajjud, beliau membersihkan mulut dengan siwak."

Dimakruhkan mencabut uban


Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah kalian mencabut uban. Karena tidaklah seorang muslim beruban dalam Islam, walaupun sehelai, melainkan ia akan menjadi penerang baginya di hari Kiamat.”[17]
Dibolehkan menyemir uban dengan pacar, inai, atau sejenisnya, namun diharamkan memakai warna hitam

Dari Abu Dzar radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Bahan terbaik yang bisa kalian gunakan untuk menyemir uban adalah pacar dan inai.’”[18]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak bersemir, maka selisihilah mereka.’”[19]

Dari Jabir radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Pada hari penaklukan Makkah, Abu Kuhafah dibawa menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Rambut dan jenggotnya telah memutih. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda, “Rubahlah (rambut) ini dengan pewarna, tapi hindarilah warna hitam.”[20]

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu’anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pada akhir zaman nanti, akan ada kaum yang bersemir dengan warna hitam hingga seperti tembolok merpati. Mereka itu kelak tidak bisa mencium aroma Surga.”[21] 

Dikutip dari Buku Kitab Thaharah karya DR. Abdul Azhim Badawi

  1. Muttafaq ‘alaih: [Shahiih al-Bukhari (X/334, no. 5889, Fat-hul Baari)], Shahiih Muslim (I/221, no. 257), Sunan Abi Dawud (XI/252, no. 4180, 'Aunul Ma'buud), Sunan at-Tirmidzi (IV/184, no. 2905), Sunan an-Nasa-i (I/14), Sunan Ibni Majah (I/107, no. 292).
  2. Hasan: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 182)], Shahiih Muslim (I/223, no. 261), Sunan Abi Dawud (I/79/52, ‘Aunul Ma’buud), Sunan at-Tirmidzi (IV/184, no. 2906), Sunan an-Nasa-i (VIII/126), Sunan Ibni Majah (I/108, no. 293).
  3. Yang dimaksud “rambut kekufuran” adalah gaya rambut yang menjadi ciri khas orang-orang kafir. Lihat ‘Aunul Ma’buud dan Tuhfatul Ahwadzi.-pent.
  4. Hasan: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 1251)], Sunan Abi Dawud (II/20, no. 352, ‘Aunul Ma’buud), al-Baihaqi (I/172).
  5. Muttafaq ‘alaih: [Shahiih al-Bukhari (XI/88, no. 6298, Fat-hul Baari)], Shahiih Muslim (IV/1839, no. 370).
  6. Ath-Thabrani dalam Mu’jamush Shagiir (II/122, no. 891), [Tamaamul Minnah (no. 68)].
  7. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (I/334, no. 562), [Tamaamul Minnah (no. 68)].
  8. Tamaamul Minnah (no. 68).
  9. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 5100)], Shahiih al-Bukhari (X/332, no. 5885, Fat-hul Baari), Sunan at-Tirmidzi (IV/194, no. 2935).
  10. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 181)], Shahiih Muslim (I/222, no. 260).
  11. Muttafaq ‘alaih: [Shahiih al-Bukhari (X/349, no. 5892, Fat-hul Baari)], Shahiih Muslim (1/222, no. 54, 259).
  12. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 5319)], Ahmad (I/294, no. 171, al-Fat-hur Rabbani).
  13. Muttafaq ‘alaih: [Shahiih Muslim (I/220, no. 252)], Shahiih al-Bukhari (II/374, no. 887, Fat-hul Baari), Sunan at-Tirmidzi (I/18, no. 22), Sunan an-Nasa-i (I/12), hanya saja dalam lafazh al-Bukhari tertulis, “Tiap kali shalat.”
  14. Shahih dengan hadits lain: [Ash-Shahiihah (no. 1213)], al-Baihaqi (I/38).
  15. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 235)], Shahiih Muslim (I/220, no. 253), Sunan Abi Dawud (I/86, no. 58, ‘Aunul Ma’buud), Sunan Ibni Majah (I/106, no. 290), Sunan an-Nasa-i (I/13).
  16. Muttafaq ‘alaih: [Shahiih Muslim (I/220, no. 255)] lafazh ini milik al-Bukhari, Shahiih al-Bukhari (I/356, no. 245, Fat-hul Baari), Sunan Abi Dawud (I/83, no. 54, ‘Aunul Ma’buud), Sunan an-Nasa-i (I/8). Lafazh mereka bertiga, “Apabila bangun di malam hari.”
  17. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7463)], Sunan Abi Dawud (XI/256, no. 4184, ‘Aunul Ma’buud), Sunan an-Nasa-i (VIII/136).
  18. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 1546)], Sunan Abi Dawud (XI/259, no. 4187, ‘Aunul Ma’buud), Sunan at-Tirmidzi (III/145, no. 1806), Sunan Ibni Majah (II/1196, no. 3622) dengan lafazh miliknya, Sunan an-Nasa-i (VIII/139).
  19. Muttafaq ‘alaih: [Shahiih al-Bukhari (X/354, no. 5899, Fat-hul Baari)], Shahiih Muslim (III/1663, no. 2103), Sunan Abi Dawud (XI/257, no. 4185, ‘Aunul Ma’buud), Sunan an-Nasa-i (VIII/137).
  20. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4170), Shahiih Muslim (III/1663, no. 69, 2102), Sunan Abi Dawud (XI/258, no. 4186, ‘Aunul Ma’buud), Sunan an-Nasa-i (VIII/138), Sunan Ibni Majah (II/1197, no. 3624) dengan (lafazh) serupa.
  21. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 8153)], Sunan Abi Dawud (XI/266, no. 4194, ‘Aunul Ma’buud), Sunan an-Nasa-i (VIII/138).
* Tulisan sepenuhnya dikutip dari http://salwapress.com/fiqih/amalan-amalan-fithrah.html sedangkan image diambil dari iluvislam.com * by cekyan 6/09
READ MORE - Amalan-amalan Fithrah

Prakata

Aku hanyalah orang biasa, di blog ini hanya ingin berbagi tentang hal-hal sederhana. Semua materi yang disajikan hanya untuk konsumsi pribadi. Tetapi, bagi teman-teman blogger yang tertarik dengan content yang ada silakan dicopy-paste.

Artikel Terbaru

Feedburner Tegakkan Sunnah™

Tegakkan Sunnah™

↑ Tambahkan Headline ini pada Blog/Site kamu!


Masukkan email kamu disini:

Didukung oleh FeedBurner